Lompat batu (hombo batu) merupakan tradisi yang sangat
populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi ini telah
dilakukan sejak lama dan diwariskan turun temurun oleh masyarakat di Desa Bawo
Mataluo (Bukit Matahari)
.Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak jaman para
leluhur , di mana pada jaman dahulu mereka sering berperang antar suku sehingga
mereka melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan yang
konon cukup tinggi untuk dilompati.Seiring berkembangnya jaman, tradisi ini
turut berubah fungsinya.Karena jaman sekarang mereka sudah tidak berperang lagi
maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi melainkan untuk
ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias.Tradisi lompat batu adalah
ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat
diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum.Para pemuda itu akan diakui
sebagai lelaki pemberani apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang
dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter.Ada upacara ritual
khusus sebelum para pemuda melompatinya. Sambil mengenakan pakaian adat, mereka
berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat
melewati bangunan batu yang tinggi tersebut.Sampai sekarang tradisi ini tetap
eksis di tengah budaya moderen yang semakin menghimpit. Semoga saja kita dapat melestarikan budaya ini agar menjadi kebanggaan
tersendiri untuk bangsa kita.
Dahulu, melompat
batu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela
nama kampung. Banyak penyebab konflik dan perang antar kampung. Misalnya:
Masalah perbatasan tanah, perempuan dan sengketa lainnya. Hal ini mengundang
desa yang satu menyerang desa yang lain, sehingga para prajurit yang ikut dalam
penyerangan, harus memiliki ketangkasan melompat untuk menyelamatkan diri. Akan
tetapi dahulu, ketika tradisi berburu kepala manusia masih dijalankan,
peperangan antar kampung juga sangat sering terjadi. Ketika para pemburu kepala
manusia dikejar atau melarikan diri, maka mereka harus mampu melompat pagar
atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu atau bambu atau dari
pohon supaya tidak terperangkap di daerah musuh.
Ketangkasan
melompat dibutuhkan karena dahulu setiap desa telah dipagar atau telah membuat
benteng pertahanan yang dibuat dari batu, bambu atau bahan lain yang sulit
dilewati oleh musuh. Para pemuda yang kembali dengan sukses dalam misi
penyerangan desa lain, akan menjadi pahlawan di desanya.
Sekarang ini,
sisa dari tradisi lama itu, telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler,
tiada duanya di dunia. Berbagai aksi dan gaya para pelompat ketika sedang
mengudara. Ada yang berani menarik pedang, dan ada juga yang menjepit pedangnya
dengan gigi.
Para wisatawan
tidak puas rasanya kalau belum menyaksikan atraksi ini. Itu juga makanya, para
pemuda desa di daerah tujuan wisata telah menjadikan kegiatan dan tradisi ini
menjadi aktivitas komersial. Di satu sisi, mereka meminta dan bahkan ada yang
setengah memaksa wisatawan untuk menyaksikan atraksi ini, namun di sisi lain
mereka tidak mau melompat tanpa dibayar. Bahkan ada juga yang meminta sampai Rp
100.000 hingga Rp 200.000 sekali melompat, tergantung bargaining. Para pelompat
telah mempunyai kelompok dan jaringan supaya tidak menjual murah.
Sekarang ini
harganya berkisar Rp 50.000 sekali melompat. Namun kalau wisatawan tidak
menunjukkan minat dan menolaknya, para pelompat pun akhirnya dapat menerima
harga yang lebih murah. Dari pada tidak dapat uang, lebih bagus melompat saja.
Tradisi lompat
batu yang telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler dan mampu membuat
Nias dikenal oleh suku bangsa lain, kelihatannya sudah kurang digemari oleh
generasi baru karena tingkat kesulitan untuk menguasainya. Selain itu, atraksi
lompat batu juga sudah berubah fungsi. Di daerah-daerah tujuan wisata, para
pemuda baru mau melompat, kalau bayarannya sesuai. Sudah tidak ada lagi olah
raga melompat batu yang gratis. Yang ada adalah lompat batu komersil. Karena
itu, dikuatirkan, jika turisme mati, maka tradisi lompat batu akan punah.
Jika Lompat batu
punah, rumah adat rusak, megalit hilang dan dijual, burung Beo Nias punah,
nilai-nilai budaya masyarakat sebagai
sosial yang luhur mati, apa lagi yang menjadi daya tarik Nias? Apa lagi
keunikannya? Semuanya hanya akan menjadi kenangan masa lalu yang sulit diulang
kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar