terkenal alamnya yang indah. Danau Sentani, Gunung Jayawijaya
yang bersalju, sungai-sungai Papua besar, flora, fauna dengan burung
Cendrawasihnya, semua sangat menarik untuk dikaji dan dinikmati. Bukan itu
saja, masyarakatnya yang masih asli dan polos itu ternyata daya kreativitasnya
tinggi. Ini terbukti dari cara dan hasil mereka dalam menanggapi, menghayati
dan meramu alam lingkungan dalam imajinasi kemudian menuangkannya dalam karya
seni pahat. Hasilnya sunguh mengagumkan dan mampu memperkaya khazanah seni dan
budaya bangsa kita.
Yang dimaksud dengan seni pahat Papua di sini adalah seni
pahat karya masyarakat asli Papua yang tumbuh dan berkembang turun-temurun
secara tradisional sejak masa Prasejarah dalam kelompok-kelompok suku bangsa
yang pada umumnya masih terpencil dari komunikasi dengan dunia luar, sehingga pengaruh
asing masih sangat sedikit. Baik konsepsi, bentuk maupun fungsinya pada umumnya
berkaitan erat dengan kepercayaan yang berkembang bersamaan dengan tradisi
prehistoris (megalitik) yang banyak persamaannya dengan masyarakat terasing
lainnya di dunia. Dengan demikian dikelompokkan dalam kategori seni primitif
dan yangjusteru mengandung banyak ciri-ciri universal.
Yang sangat menonjol (sekarang) adalah seni pahat suku
Asmat, sedangkan suku-suku lain juga memiliki karya-karya seni pahat dengan
ciri-ciri yang berbeda dalam citra perwujudannya, sedangkan latar belakang
kegunaannya sama. Perbedaan variasi bentuk disebabkan oleh faktor-faktor extern
maupun intern yang membentuk pribadi seniman yang mewakili masyarakatnya.
Persamaan yang men-dasari adalah kegunaannya sebagai sarana untuk expresi
maupun media kepercayaan mereka atas adanya kekuatan serta makhluk-makhluk
super-natural yang setiap hari mempengaruhi lingkar kehidupan mereka, terutama
roh nenek moyang. Fungsi lainnya, seperti sarana pemenuhan akan kebutuhan rasa
keindahan justeru mendorong seniman untuk bervariasi dalam karya-karyanya.
Dengan latar belakang yang demikian maka hasil-hasilnya yang
utama adalah patung-patung nenek moyang atau mbis dalam berbagai bentuk dan
fungsi, fauna dan flora yang erat hubungannya dengan kepercayaan, baru menyusul
benda-benda pakai dan hiasan-hiasan. Bentuknya ada yang tiga dimensi ada yang
dua dimensi. Bila karya yang religius itu terputus dari fungsi pada
masyarakatnya tinggallah nilai estetika yang sekular dan dianggap sebagai seni
murni.
Para pemahat dan pengukir di Papua yang disebut Wow Ipits
itu tidak terdidik, tetapi mengandalkan bakat yang diwarisi secara
turun-temurun. Hal ini mengalami perubahan setelah hubungan dengan masyarakat
(bahkan dunia) luar semakin luas. Makin lama makin disadari bahwa hasil karya
mereka pun disenangi oleh orang lain dan dapat dijual atau ditukar dengan
barang-barang keperluan hidupnya sehari-hari. Orang-orang makin banyak belajar
mengukir dan memahat walaupun tidak diabdikan untuk kebutuhan keperca-yaan. Wow
Ipits semakin banyak jumlahnya dan karya-karya seni tradisional itu pun makin
tersebar luas.
Konsep Bentuk
Bentuk mengikuti bahan
Seni pahat Papua kebanyakan
menggunakan bahan kayu, meskipun tidak tertutup kemungkinan
penggunaan bahan lain seperti batu. Bahan kayu sering lebih banyak tersedia di
hutan dan dapat dipilih jenis yang lebih sesuai dengan keperluan. Untuk
menuangkan bentuk-bentuk yang dikehendaki oleh sang seniman, kadang-kadang
didapat kayu yang sudah menyerupai keinginan tersebut. Hal ini lebih memudahkan
kerja seniman itu dan karena banyak kita dapatkan bentuk-bentuk karya seni
pahat yang menyerupai pohon (berdiri atau rebah), pohon bercabang, tonggak dan
lain-lain.
Sebagai misal adalah patung-patung mbis dari Asmat dan
patung toleruno dari Sentani yang berbentuk pohon tegak bercabang dan terdiri
atas susunan berbagai sosok manusia berdiri tegak bersusun-susun sebagai
gambaran arwah. Tubuh-tubuh yang tegak langsing, tangan dan kaki yang panjang
pada struktur patung bersusun itu merupakan tuntutan bahan kayu yang tinggi.
Perahu jenazah yang disebut uranum me-manjang berbentuk pohon rebah berhiaskan
bentuk-bentuk manusia dan binatang yang cenderung pendek badannya, tetapi kaki
dan tangan dilipat memanjang ke depan mengikuti arah kayu memanjang. Korwar
atau patung nenek moyang daerah Irian Barat-laut menggunakan bahan kayu besi
berbentuk tonggak yang monumental.
Bentuk mengikuti tuntutan teknis
Peralatan yang digunakan masih sederhana. Pahat maupun
pemangkas terbuat dari batu atau tulang yang dibuat tajam. Untuk ukiran yang
rumit digunakan alat dari gigi atau duri binatang dan belakangan dengan paku
yang ujungnya dipipihkan. Untuk penghalus bidang digunakan penggosok dari kulit
binatang. Justru dengan alat sederhana dan menghasilkan karya yang besar,
kadang-kadang rumit serta estetis itu menunjukkan adanya kemampuan teknis.
Karena keterbatasan peralatan maka umumnya pahatan Asmat
bergaya kasar, spontan, tidak dihaluskan, bahannya kebanyakan kayu yang tidak
keras. Kekasaran yang disebabkan keterbatasan alat itu justru merupakan ciri
khas, seperti disengaja demikian.
Patung-patung Asmat tampak lebih expresif, dinamis, tegang
dan berdaya magis. Daya magis inilah tujuan utama dari masyarakat pencipta
patung-patung nenek moyang itu. Kemampuan teknis untuk membuat pahatan dan
torehan halus juga ada, tetapi pada patung-patung plastis berukuran kecil.
Jenis peralatan ini pun cepat mengalami
perubahan/perkembangan setelah banyak hubungan dengan masyarakat luar dan untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan lain seperti daya tarik pembeli, kecepatan,
kuantitas produksi dan lain-lain, walaupun menjurus ke arah sekularisasi.
Dengan peralatan-peralatan baru (dari besi) terbukalah kemungkinan tercapainya
kemampuan-kemampuan baru dalam hal mengerjakan bahan.
Jenis dan gaya
Sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi kepentingan
kepercayaan dengan berbagai upacara adat maka jenis-jenis seni pahatnya juga
berkisar pada patung nenek moyang, kedok, genderang, perisai, tonggak arwah
atau mbitoro, cemen, perahu arwah dan hiasan-hiasan serta benda-benda pakai.
Ornamen dapat berbentuk manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan;
bentuk-bentuk geometris, bentuk huruf S, spiral tunggal atau berganda, bentuk
matahari, bintang, anthropomorfis dan masih banyak lagi. Pada umumnya simetris
tetapi ada yang asimetris.
Pola-pola dekoratif banyak terdapat pada pahatan kerawangan
misalnya pada bagian cemen patung mbis. Gaya-gaya patung kebanyakan memang
simbolis dan plastis. Amat jarang yang naturalistis.
Masa Depan Seni Pahat Papua
Menilik potensi yang besar dan perkembangan yang pesat seni
pahat Papua, maka ditinjau dari khazanah seni dan budaya bangsa kita sangat
membanggakan. Dari sudut sosial ekonomi dan kepari-wisataan, merupakan potensi
yang cukup besar. Mengingat akan hal-hal tersebut sudah selayaknya kita semua
ikut bertanggung jawab atas pelestarian dan pengembangannya. Yang pertama-tama
perlu diperhatikan tentu pembinaan para senimannya, pengadaan bahan, peralatan
teknis, penyebarluasan informasi, pembinaan mutu dan pemasarannya sebagai
komoditi.
Hal ini tentu saja memerlukan perhatian besar baik dari
instansi pemerintah yang terkait maupun dari masyarakat pecinta seni budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar