Upacara Sekaten adalah sebuah upacara ritual di Kraton
Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini dilaksanakan selama
tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan
tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten diselenggarakan
untuk memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW. Tujuan lain dari
penyelenggaraan upacara ini adalah untuk sarana penyebaran agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai asal mula nama Sekaten,
yaitu:
Kata sekaten berasal dari kata sekati, yaitu nama dari dua
perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati
yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka
hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan
kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.
Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten berasal dari kata
syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang diucapkan ketika
seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa pada jaman
dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama Islam.
Bentuk-bentuk ritus yang ditampilkan dalam acara sekaten
adalah sebagai berikut.
Persiapan fisik dan non fisik petugas upacara.
Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati yang terdiri
dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga
dari persemayamannya.
Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Sekati, di dalam
Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag barat dan timur.
Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan pada saat pemukulan
gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk para pemukul gamelan.
Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari kraton ke Masjid
Besar.
Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di Masjid Besar.
Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar untuk mengikuti upacara
peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad SAW.
Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan untuk para pemukul
gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan di antara saka guru
(tiang utama) Masjid Besar.
Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.
Penyematan bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga kanan
Sri Sultan pada saat pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal
(semacam bacaan berjanji).
Kembalinya Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton.
Kembalinya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid Besar ke
persemayamannya di dalam kraton.
Urutan atau tata cara ritual dalam penyelenggaraan upacara
Sekaten terdiri dari 5 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap gamelan sekaten
mulai dibunyikan, tahap gamelan sekaten dipindahkan ke halaman masjid besar,
tahap Sri Sultan hadir di Masjid Besar, dan tahap kondur gongsa. Seluruh
tahapan ini berlangsung selama tujuh hari.
1. Tahap
Persiapan
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Ada 2 jenis persiapan,
yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik. Persiapan fisik berwujud benda-benda
dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara,
sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan perbuatan yang harus dilakukan
sebelum pelaksanaan upacara.
Untuk persiapan non fisik, para abdi dalem yang akan
terlibat dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama mental mereka untuk
mengemban tugas yang dianggap sakral tersebut. Para abdi dalem yang bertugas
menabuh gamelan sekaten harus menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas
(mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka kraton, sehingga dalam
memperlakukannya harus dengan penghormatan yang khusus.
Untuk persiapan yang berwujud fisik, benda-benda dan
perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam penyelenggaraan upacara
adalah sebagai berikut.
Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka bernama Kanjeng Kyai
Sekati.
Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending khusus yang
tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon, lagu-lagu tersebut merupakan
ciptaan Walisanga pada jaman Kerajaan Demak. Lagu-lagu tersebut adalah Rambu
pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur
pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima,
Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet nem, Muru
putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem,
Supiatun pathet barang, Srundheng Gosong pelog pathet barang.
Sejumlah kepingan uang logam untuk disebarkan dalam upacara
udhik-udhik.
Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW yang akan dibacakan
oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang akan disematkan pada
daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya pada saat menghadiri
pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW.
Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir khusus
untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas menabuh gamelan.
2. Tahap
Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan
Tahap kedua adalah tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan.
Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti
yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben, yaitu di tratag bagian timur
dan tratag bagian barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu
dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya. Kanjeng
Kyai Guntur Madu ditata di tratag bagian timur, sedangkan Kanjeng Kyai
Nagawilaga ditata di tratag bagian barat.
Selepas waktu shalat Isya dan setelah semua persiapan
selesai, para abdi dalem yang bertugas di Bangsal Ponconiti memberi laporan
pada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan
melalui abdi dalem yang diutus, gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan
sekaten dibunyikan mulai dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Penabuhan
gamelan dilakukan berselang-seling dari kanjeng Kyai Guntur Madu disusul
Kanjeng Kyai Nagawilaga dengan urutan gending yang sudah ditentukan.
Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau utusannya diiringi
para pangeran, kerabat, dan para bupati datang ke tempat gamelan dibunyikan
untuk menyebarkan udhik-udhik. Menurut kepercayaan masyarakat, kepingan uang
logam udhik-udhik dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kebahagiaan
bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya. Awalnya udhik-udhik disebarkan di
Bangsal Ponconiti tratag timur, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai
Guntur Madu, kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag barat, ke arah para penabuh
gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya disebarkan ke arah pengunjung.
Pada saat Sri Sultan atau utusannya menyebar udhik-udhik,
para pemukul gamelan tidak berani mengambil, melainkan terus melanjutkan
tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah gending yang dibunyikannya berakhir,
barulah mereka berani memunguti udhik-udhik yang jatuh di dekatnya. Saat Sri
Sultan atau yang mewakili datang mendekat, bunyi gamelan yang didekati dibuat
lembut dengan dipukul tidak teerlalu keras, sampai sultan mendekati tempat
tersebut. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati merupakan
pertanda dimulainya upacara sekaten.
3. Tahap
Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid Besar
Tahap selanjutnya adalah tahap gamelan sekaten dipindahkan
ke halaman Masjid Besar. Pada pukul 23.00 WIB, bunyi gamelan sudah berhenti.
Bersamaan dengan itu, datanglah para prajurit yang akan bertugas mengawal
iring-iringan gamelan dari kraton menuju halaman Masjid Besar, serta para abdi
dalem KHP Wahono Sarta Kriya yang akan bertugas mengusung gamelan.
Pada pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng Kyai Sekati
dipindahkan dari kraton ke halaman Masjid Besar. Pemindahan gamelan dikawal
oleh dua pasukan prajurit kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit
Ketanggung. Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal kepolisian,
diikuti para panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem sipat bupati
keprajan utusan pemerintah Kota Yogyakarta, disambung abdi dalem prajurit
ngurung-urung (melindungi di samping kiri dan kanan) jalannya iring-iringan
gamelan, diikuti oleh orang-orang yang semula berkerumun di halaman
Kemandhungan.
Di Masjid Besar, gamelan sekaten dibunyikan selama 7 hari 7
malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam Jumat hingga sehabis shalat
Jumat. Setiap hari gamelan sekaten dibunyikan sebanyak tiga kali, yaitu pagi
(pukul 08.00 – 11.00 WIB), siang (pukul 14.00 – 17.00 WIB), dan malam (pukul
20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah bergantian dari Kanjeng Kyai
Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai Nagawilaga, dengan gending yang sama.
4. Tahap Sri
Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam di Masjid
Besar diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dan penyebaran
udhik-udhik oleh sultan. Kehadiran sultan dari kraton menuju Masjid Besar
dengan mengendarai kendaraan, diiringi oleh para pangeran dan kerabat. Di pintu
gerbang Masjid Besar, sultan disambut Sri Paduka Paku Alam, Kanjeng Raden
Pengulu, walikota Yogyakarta, dan para Abdi Dalem Sipat Bupati beserta para
tamu undangan. Sesampainya di halaman Masjid Besar, sultan menuju ke Pagongan
selatan untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai
Guntur Madu, kemudian menuju ke Pagongan utara untuk menyebarkan udhik-udhik ke
arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Selanjutnya sultan melanjutkan
perjalanan menuju masjid.
Sesampainya di depan Mihrab, Sri Sultan dan Kyai Pengulu
berdiri di depan pengimamam menghadap ke arah timur. Seorang abdi dalem
punokawan kaji menyerahkan pada sultan sebuah bokor berisi udhik-udhik untuk
disebar di antara saka guru Masjid Besar serta ke arah kerabat, para abdi
dalem, beserta para hadirin. Setelah itu, sultan keluar dari masjid lalu duduk
di serambi masjid dengan beralaskan kain putih.
Setelah semuanya siap, sultan mengucapkan salam, lalu
memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk memulai membacakan riwayat
Nabi Muhammad SAW. Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW sampai pada
asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta para pengiringnya
menerima persembahan bunga cempaka dari Kyai Pengulu. Pembacaan riwayat Mulud
Nabi Muhammad SAW selesai kira-kira pukul 24.00 WIB. Bacaan diakhiri dengan doa
oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan mengucapkan salam lalu kembali
ke kraton.
5. Tahap
Kondur Gongso
Pada tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira pukul 24.00 WIB,
setelah sultan meninggalkan Masjid Besar, gamelan sekaten diboyong kembali ke
kraton, yang disebut kondur gongso. Sesampainya di kraton, gamelan langsung disemayamkan
di tempatnya semula. Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati
kembali ke kraton, menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar